Saturday, September 15, 2012

TAMASYA KE MAKAM BUNDA



Gelar tikar
Buka bekal
Bunga tujuh rupa
Makan bersama
Lalu bunda tertawa
Karena aku punya cerita
Tentang dinda
Lipat tikar
Pulang ke kami punya dunia
Selamat tinggal bunda
Esok, aku bawakan lagi cerita
Juga bekal
Bunga tujuh rupa
Ditambah sepotong doa
Setelah aku bisa membaca kitab agama

BALADA DUA BAK SAMPAH

Dua bak sampah saling berpandang, lalu bersungut-sungut. Percakapan homofon dimulai, saling berkeluh kesah.
“aku butuh makan, tapi tidak sebanyak ini”
“kau masih enak, makananmu kelas atas,  empunyaku hanya penulis lepas, sedang kau untuk orang kaya. dia memberiku bungkus mie instan setiap hari”
“kau bilang enak? Mereka selalu memberiku makanan basi, dan setiap pagi, anak-anak kumal itu mengaduk-aduk isi perutku. Seharusnya mereka membuang, bukan mengambil dari kita”
‘kau masih ada orang yang menengok, setiap hari hanya ludah mereka yang menyambangiku”
“ah apa yang kita terima tetap sama-sama sampah, sampah”
“aku ingin pergi”
“Aku juga”
Lalu mereka saling berangkulan, melenggang pergi meninggalkan rumah masing-masing. Beranjak menuju bukit. 1 minggu kemudian, dilihatnya rumah mereka dari atas bukit ilalang, sampah ada dimana-mana. Sungai, parit, tepi jalan, gang-gang kumuh. Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh, dan teriakan orang-orang, “banjir datang, naik ke tempat yang lebih tinggi, banjir-banjir”
Dua bak sampah itu tertunduk layu, berangkulan dan kembali turun. Kembali pada kodrat masing-masing. Ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sedang menaiki bukit, tempat dimana benda dan orang-orang lupa tempatnya, tempat untuk menekuri garis hidupnya. 

Wednesday, September 12, 2012

SAJAK UNTUK PEREMPUAN KATRESNAN

tagihlah padaku sebuah puisi
ketika aku tembangkan doa-doa di bentangan sujud
tangan yang menggelatari manik-manik wujud
bukankah itu puisi?

inilah kata yang tak pernah mengenal tandas dan jeda
seperti tangis anak-anak palestina di sepanjang jalur gaza
seperti bunyi mesin kasir pada dunia ketiga
aeperti semerbak deodoran yang konon meminjam bau surga

ALAM TIDAK PERNAH MURUNG

Hari ini aku sedang sial, benar-benar sial. orang-orang bilang bangun pagi itu menyegarkan. aku bilang bangun pagi itu cara mempercepat kutukan. Pagi ini aku dimaki-maki oleh gerombolan burung, ketika aku menyulut satu batang rokok. 
"Dasar. Baru saja kita menikmati kebebasan, manusia sudah membatasinya, udara jadi pengap gara-gara ulahmu manusia tolol"
"sesama manusia saja mereka saling membatasi, apalagi dengan burung-burung semacam kita." sahut burung yang lain, gerombolan burung terbang menjauh. 
malamnya, ketika aku berjalan pulang, pohon-pohon disekitar saling berbisik satu sama lain 
"kata tuhan manusia sangat membutuhkan kita, tapi aku tidak melihat mereka merasa seperti itu"
"gengsi mungkin mereka, kan makhluk paling mulia" 
"mulia bagiamana, kelakuannya saja aneh, mereka

Monday, September 10, 2012

DONGENG: Pangeran Svitaf dan Putri Nenuma


Ada sebuah dongeng yang disadur dengan hati-hati, sehingga tokoh utamanya pun tidak pernah tahu, bahwa ceritanya sedang ditulis. Hanya aku dan kamu yang mengetahuinya. Bukan berarti ini rahasia, tapi bukan berarti pula dapat diumbar semaunya. Jadi bijak-bijaklah menyimpannya.
Konon, dulu kala, ada sebuah negeri yang sangat aman dan makmur. Rajanya arif dan bijak ,sebuah negeri yang besar. Namun ada satu keanehan yang terjadi