Saturday, September 28, 2013

SUATU HARI DI SEBUAH DERMAGA

bukankah telah kita ramalkan
tanpa bola-bola kristal, helai kartu dan doa-doa dalam ramuan 
kita memang harus benar-benar dekat
karena satu itu utuh, dan dekat tak akan membuat jatuh
 tetapi jauh berkali-kali ditabuh
dalam kepala ritme menari aduh
bukankah kita telah diramalkan
oleh rapal-rapal mantera penangkap ikan
oleh bulan yang warnanya sekuning tembaga
kita akan berlabuh dalam satu dermaga
tapi dada kita tetap bergemuruh
sejak laut pasang, dan ombak bergulung menelan sauh
sejak angin menaikkan layarmu 
menuju perbukitan di kejauhan sana
mata ini masih saja intai
meski perihnya serupa tersiram garam
dan kelopak telah hitam legam
sambil mengucap mantera sederhana
-aku ingin melihatmu, aku ingin melihatmu_-

oh, tuan penyihir di pulau api
tuan penyair di pulau sepi 
ajari aku tuah 
lebih-lebih berkah
dari para penggumam doa
bagaimanapun rindu telah padu
jangan karamkan meski dihantam gunung batu

lalu seorang nelayan merapat membawa dua ekor tenggiri di tangan kanannya
dan belukar jala di tangan kirinya
"duh nak, janganlah terlalu lama biru
lekas asapi saja ikan ini, sambil dendangkan lagu 
bayangkanlah ketika pagi nanti
 gadis itu tersenyum dan bertanya kabar tentangmu
dan aroma rindu keluar dari tubuhnya"

jogjakarta 2013

Friday, September 27, 2013

DI PERJALANAN PULANG

pada jalan yang menidurkan malam di pangkuanmu itu
tunas-tunasmu telah bercikal
beranak-pinak menjadi jabang yang bercabang merah
"hangatkan lagi ingatanmu" katamu 
bagaimana bisa
jika kau sendiri adalah nyala pada suluh apiku
dekatkan lagi ingatanmu padaku" katamu
dan seketika kita telah dekat dari yang terlihat
jalan-jalan mulai menggambar lagi wajahmu
pagi akan benar-benar mengutuk kita dengan serapah matari
tentang kenangan yang tak kenal pagi
tentang ingatan yang lupa untuk tertidur
demi jalan yang menidurkan malam di pangkuanmu itu
asap kenangan itu mengepul tepat diwajahku
di kota yang akan kau singgahi nanti
akan kau temui kepul asap dan riuh jalan
tetapi disana
kau tak akan menemukan asap sewarna pastel, sebasah kabut
yang aromanya membuatmu bergidik
tajam serupa mata badik, tapi tak cukup untuk melukaimu
di kota yang ditumbuhi hutan beton itu
belantara kenangan kita adalah akar
tancapkan agar kau tak lekas tumbang
subuh telah lama rubuh
di telingaku, percakapan kita masih saja utuh
mengapa kau harus memasuki peradaban sejauh itu?
"agar aku mengerti apa arti pulang, kelak" jawabmu

demi jalan yang menidurkan malam di pangkuanmu itu
adakah yang lebih maut
dari pagi yang terlalu larut
dimana aku, kau
dan pelukan yang dilepas pelan-pelan
tak bisa saling menahan

solo-jogja 2013