Thursday, May 17, 2012

sebuah negeri asing

saya tidak akan menuliskan cerita pendek atau prosa yang kokoh dengan kata-katanya. ini adalah saduran dari kenyataan hidup. bahwa di sini, jalan raya adalah tempat bermaktub yang nyaris medekatkanmu ke dalam kenyerian. di sini, di negeri ini, banyak sekali instrumen-instrumen yang akan kembali menegaskan kepada kamu bahwa, hukum tidak akan tegak ketika dihadapkan pada uang dan kekuasaan. hukum akan ciut nyali ketika ditandaskan dengan surat-surat keputusan yang tak jelas arahnya.
televisi mengantarkan kabar yang mengabur, hanya duka dan masalah bertubi yang akan menghiasi headline. televisi, entah sampai kapan akan terus melemparkan berita-berita yang tidak ingin kita tahu dan dengar,
tapi ketika kita mengetahuinya, kita ingin bergerak. mencari massa dan dukungan untuk merubah yang telah salah dengan negeri ini. lalu dengan apa? bagi mereka, para pembesar yang jumawa itu, kita hanya noda-noda kecil, yang bisa kapan saja bisa dibersihkan dengan detergen kelas rendahan. bagi mereka, para pemimpin yang terhormat itu, kita tidak lebih dari pengganggu yang bisa diusaikan hanya dengan satu kali ucap dan satu kali tunjuk. perkara selesai. masihkah mereka ingat marsinah, seorang wanita indonesia yang tidak henti-hentinya menuntut keadilan, hingga pada akhirnya yang mereka sebut adil adalah dengan melenyapkan dan menghilangkan perempuan yang sangat saya rindukan itu. masihkah mereka ingat wiji thukul, dan teman-teman aktivis lainnya, para penggerak kebenaran, yang dihabisi semangat dan suaranya, dan masihkah mereka ingat munir?orang yang akan selalu dipertanyakan mengapa ada orang sebaik itu, mati dengan cara-cara yang menyakitkan. masihkah mereka ingat nenek yang mencuri kakao, pemuda yang mencuri sandal jepit, seorang ibu yang difitnah mencuri perabot rumah tangga. mungkin yang mereka ingat adalah berapa uang yang mereka dapat untuk membuat itu semua.
ditempat lain, jauh dari hiruk pikuk tawar menawar dengan hukum, anak-anak lusuh sedang memperjuangkan sesuatu yang mereka sendiri tidak tahu. meniduri jalan, merengek pada jalan, hidup di jalan? kita tahu bahwa undang-undang di negeri ini dengan jelas mengatakan bahwa mereka dipelihara oleh negara, tapi seperti yang sudah-sudah, kita dibuat tidak mengerti untuk apa itu semua jika kemudian kita melihatnya tidak seperti yang ditulis di dalam kitab dan undang-undang. kita semakin mengerti bahwa negeri ini dibangun tidak berdasarkan undang-undang, tetapi berdasarkan hukum rimba. siapa yang kuat dia yang berkuasa
sedang masih banyak anak yang mati dengan tidak wajar, keracunan makanan, tersesat dalam peradaban. seorang anak ditemukan mati karena malu kepada teman-temannya, sebab dia menunggak spp 3 bulan. seorang anak mati karena biaya rumah sakit yang melambung, orangtua mereka hanya mampu membelikan obat penurun panas. seorang anak mati dan orangtuanya tidak tahu harus berbuat apa. mereka hanya mempunyai gerobak sampah. seorang anak mati. . .
seorang anak mati, bunuh diri karena tidak dibelikan handphone oleh orangtuanya, seorang anak mati, karena dia tidak dapat tahu keadaan sekitar, kecuali mesin yang selalu digenggamnya. seorang anak mati, karena di tangannya tidak ada tombol-tombol seperti teman-temannya. seorang anak mati, ketika dia tahu, alat telekomunikasinya kalah canggih dengan teman-temannya. sekarang, banyak anak yang mati. 
kemudian, banyak sekali orang yang bergerak menuju barat. budaya-budaya di tanah ini hanya sebuah dongeng yang telah selesai. bagi mereka, budaya adalah pakaian serba hingar, budaya adalah musik yang berdentum berkali, lampu yang berkedip, minum minuman yang membuatmu melambung. di titik lain, para penari tradisional sudah renta, para pelaku budaya sudah hilang arah. hanya melingsut di tengah bingarnya pembangunan mall dan gedung-gedung yang menjulang.di sini, sama seperti yang lain, budaya adalah sesuatu yang getir, oh negeri ini pun adalah kegetiran itu sendiri. saya semakin tidak mengenal negeri ini, negeri yang dibangun dengan semangat gotong royong diatas gemah ripah loh jinawi. negeri ini semakin asing. bergerak menuju suatu yang asing. untuk kemudian menjadi keasingan itu sendiri.  

2 comments: