Thursday, December 27, 2012

IBU

Dibalik kebiasaan ibu mengomel
Ada keluarbiasaan dari caranya menjadi ibu
Tetap asih saat anak kecilnya rewel
Tetap lembut meski anaknya hanya buat pilu

Dibalik kesederhanaan ibu merawat rumah
Ada ketidaksederhanaan yang buat betah
Disapihnya kebandelan
Dengan puting susu kesabaran

Ibu selalu ingin menjadi wanita serba biasa
Sedang ibu selalu menjadi wanita serba bisa

Tuhan aku tahu aku bukan orang baik
Tapi bolehkah aku meminta
Tolong segarkan surga yang ada ditelapak kaki ibu
Dengan  surgaMu

Thursday, December 20, 2012

INDONESIANYA INDONESIAKU



Pagi yang sempurna
Ibu penjual sayur yang membuatnya
Juga harum pasar dan cengkrama pagi buta
Inilah budaya indonesia
Pagi yang sempurna
Tanah menjulang menjadi pengebirinya
Juga harum ac dan transaksi aneh khas kota
Mesin bergerak
Mesin-mesin berbicara
Bahwa inilah kelayakan indonesia

Adakah tempat untuk kami,di tanah kami sendiri?

Friday, December 14, 2012

DOA PEMUDA RANTAU



Dengan whisky di tangan kanannya
Dibuat bumi berputar seenaknya
Kepalanya mulai kepayang
Tubuh melayang-layang

Lucu, geli, aneh, ekstase
Dalam kamar dialeanase
Seperti hiasan rumah terperangkap etalase

Kamar mulai semarak
Tertawanya menebar aroma tuak

Seketika, sebuah bayangan hitam menghampirinya
“siapa kamu!”
 Terbata membaca kata yang ingin diucapnya sendiri
“aku? aku kawanmu sekarang, namaku suram”
“tidak! Aku tidak punya kawan sepertimu!”
“bagaimana bisa, bukankah kamu sendiri yang menciptakanku?”
“Tidak!aku tidak pernah menginginkanmu, pergi! Aku sedang ingin sendiri!”
“aku disini untuk menjagamu!”
“tidak perlu!sudah ada orang tuaku yang menjagaku!”
“bukankah orang tuanmu jauh?mereka tau apa sekarang tentang kamu”
“tapi aku tidak ingin dijaga olehmu!”
“Pokoknya pergi!”
“Semakin kau marah, semakin melekatlah aku, kini aku adalah bayanganmu, tidak mungkin bayangan meninggalkan tuannya sendiri”
“akan kuadukan kau ke Tuhanku”
                “bukankah tuhanmu sudah kau bunuh dengan whisky ditanganmu itu”

Pecahlah tangis
Dan parau suara yang bergema ke seisi ruangan
“tuhan, masih bolehkah aku berserah, meski aku sedang payah
Masih bolehkah aku berdoa kepada Engkau, meski aku sedang berkeadaan kacau”

Wednesday, December 12, 2012

O,

Masih, meski kau koyak aku dengan benturan fraktal-fraktal kosong, kata-kata bertanda seru tiga
Masih, meski nyalang matamu semakin menyala belah belai kasih hingga sirah
Meski, masih kau geramkan dendam hingga berdecit dalam gua dimana ucap berhilir
Meski, masih kau simpan keengganan dalam riak keanggunan yang sempat buat terkilir
Selebihnya, mengapa masih kau sisihkan meski untuk merestui kita?

TUKANG BECAK DAN ANAK LAKI-LAKINYA YANG SEDANG BELAJAR


Setelah seharian mencari nafkah, seorang tukang becak pulang kerumah. Didapati anaknya sedang tekun membaca entah. Diamati anak lelakinya, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Cari tahu saja nanti, mungkin ada baiknya bergegas mandi. Setelah selesai mandi, ditengoknya lagi anaknya, masih seperti tadi, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Tukang becak itu semakin tidak mengerti, kepada tingkah anaknya yang umurnya baru saja menyentuh kepala dua. Lalu bapak tukang becak itu menghampiri anaknya, dengan hati-hati beliau bertanya
“apa yang sedang kau lakukan nak.”
“aku hanya sedang belajar.”
“memang, apa yang sedang kau pelajari? Sesuatu yang buatmu kepayang?”
“Aku sedang belajar bagaimana menjadi laki-laki yang baik.”
Bapak tukang becak itu hanya tersenyum, menghela nafas, lalu bertanya sekali lagi
“Bukankah dari dulu kau sudah membacanya, namun kau tidak juga memahaminya?”
Anak itu semakin tidak mengerti.
“bagaimana kalau kau buang saja bukumu itu dan akan kuberi kau buku yang seharusnya kau baca”
Anak itu mengangguk, kepada bapaknya dia percaya sepenuhnya
“mana buku itu pak?”
“buku yang harusnya kau baca, ada dihadapanmu sekarang. Bapakmu sendiri. Mata bapakmu ini adalah jendela untuk memasuki buku itu. Tubuh bapakmu ini adalah ayat yang menjelaskan buku itu. Biar bapak perjelas, mungkin akan panjang, semoga kau tidak lebih dulu bosan.”
Anak laki-laki itu sekali lagi hanya mengangguk
“mungkin bapakmu hanya laki-laki dengan pekerjaan rendah, namun bapak tak pernah sekalipun lupa pulang kerumah. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak, namun itu jalan yang telah menjauhkan kita dari berlagak. Bapak takut akan congkak. Mungkin bapak hanya tukang pengantar, namun bapak tak pernah buat keluarga ini lapar, bagaimanapun caranya. Mungkin bapak bagian dari buruh kuli, tapi tak sekalipun bapak biarkan kosong periuk nasi. Mungkin bapak hanya laki-laki yang selalu didera lelah, namun bapak tak pernah ingin buat keluarga ini payah. Mungkin dunia akan mengatakan bebal karena bapak memilih becak sebagai pekerjaan. Sedang kesempatan untuk menjadi lebih begitu lebar. Bapak hanya takut, kita menjadi sesumbar, karena materi begitu mengumbar. Bapak hanya takut tuhan membenci kita. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak dengan kayuh yang sudah lambat, tapi bapak tetap kuat. mungkin bapak hanya tukang becak yang sering berkantong bolong, namun selama halal, komentar mereka tentang apa yang kita jalani hanya omong kosong. Mungkin pekerjaan bapak membuat percaya dirimu tercabik, namun sebaik-baiknya laki-laki adalah dia yang bisa memilah jalan yang baik. Mungkin bapak hanya buku lusuh dan usang, namun semoga, isinya tak membuatmu pantang. Laki-laki adalah dia yang berdiri dengan kakinya sendiri, menanggung apa yang telah ia pilih, berani hidup meski nasib sering membuatnya nyeri, dan selalu berharap ankanya bisa lebih baik dari dirinya sendiri.”
Bapak tukang becak itu kemudian berlalu menuju ruang tamu. Dan anak lelakinya menyobek secarik kertas. Dengan mata yang menyala ditulisnya sebuah kata dengan ukuruan besar
-mungkin bapakku hanya tukang becak, namun dialah laki-laki yang membuatku berdecak-

Ditempelkannya tulisan itu di dinding hatinya. 

Tuesday, December 11, 2012

MATI SURINYA SEORANG PENYAIR

hari ini aku sedang malas menulis puisi
pagi lebih dulu mengheningkan cipta
tanpa pagina-pagina kata menuntun gemulirnya

syair jauh kebalik bukit
menggulung hutan-hutan menjadi klimaks mengentah
dalam batok kepalaku
sajak menggali tanah
mengubur kabar yang teramat lamat

selebih malam
habis menggugurkan malas menuju gigir
jenak sejenak sekedar hingga lupa menakar kadar
mungkin sudah habis kupangkas benih-benih yang menjadi pangkal
lebur sudah semai akal
atau tidak 
apapun
aku sedang malas menulis puisi

Monday, December 10, 2012

(mungkin) AGNOSTIK


Aku ingin mengikuti musa, karena hanya dia yang berbicara langsung dengan tuhan
Aku ingin mengikuti yesus, karena hanya dia yang menjadi anak tuhan
Aku ingin mengikuti Muhammad, karena hanya dia yang menjadi kekasih tuhan
Kini, aku dalam persimpangan, sedang aku begitu mencintaimu tuhan
Tuhan, bolehkah aku mencintaimu, namun tak satupun agama kuanut
Aku takut
Agama membuatku semakin tak patut
Aku ngeri
Agamaku membuat kesucianmu nyeri

PENJAGA MAKAM

Menjelang malam
Dinyalakannya suar oncor menerang
Malam ini tak boleh lagi kalah curang
Mata picing adalah alat rekam siap menerkam
Kepala endap pencuri makam, Jangan lagi menang
Bukan nyali buat gidik tengkuk merebah
Hanya sesap nasib harus berubah
Anaknya, thole
Esok harus bayar uang sekolah

Merunut gigir kuburan
Kiranya ada kematian tertinggal
untuk bunuh nasib yang sudah lama tertanggal

barangkali, jejak peziarah masih meninggalkan berkah
untuk kemudian dipulung dan dibawa pulang

burung gagak riuh rendah menyambar makam dalam kepalanya
ah, lagi-lagi maut
tak segan menghabisi oncor yang tinggal sesulut

sesampai rumah, dibisikinya thole yang sedang lelap
“maaf nak, esok akan ada yang mati, kebaikan tumbang sekali lagi”

Kehidupan kini, kuburan tempat semayam
Kebaikan massal dikebumikan

Friday, December 7, 2012

PETANI



Dalam sakral surau
Kami tak berani bergurau
Tekun menggeletari wirid hakikat
 jaga bumi agar tak hilang hayat
dalam petak-petak sawah
kami semai berkah
Pagi kami sebar benih
Sore kami bertasbih
tancap bibit jauh ke tanah
rucah pangan semakin ruah

memetik sayur mayur
petik juga buah syukur
jangan sampai hinggap hama kufur

pukul, pukul, pukul hingga kulit tebar menjadi beras
panggul, panggul, panggul semua hasil kerja keras

Siapa bilang di desa manusia terkukung
Disini kami saling menjujung
Adat kami rawat
Bumi kami ruwat

Siapa bilang desa mampat pembangunan
Justru disini kami bangun pondasi harapan
Bendeng-bendeng tegak menggertak
Pada lapar yang menyalak

Disini kami menabur
Benih hidup agar tak menghambur
Disini kami hidup sareh
Bakti alam agar menjadi orang shaleh
Dengan tanah kami nyalakan kenyang
Agar lapar tak menggayang

 Di tilas sempit tanah garap kami
Ada hektar sabar yang tak terdepa

Thursday, December 6, 2012

TERKASIH YANG PERNAH MENJADI KEKASIHKU

Dulu kita hanya punya nama
Lenguh angkuh kita yang rimba
Dulu kita hanya saling kenal
Gelagat liat tak kita hafal
Setelah itu, kita saling memilik nama
Namamu dibelakang namaku namaku melindungi namamu
Setelah itu kita saling mengenal
Kata-kata kasih begitu mudah kita lafal

Kita pernah mengerumuni pasar malam
Biar bianglala berputar asal kita saling menggegam
Dalam ketinggian malam janji bergumam
tetap saling mendekap meski rindu terlepas
Sekedar jarak tak buat kita terhempas

Sepulang dari pasar malam, kita tertipu
Bianglala hidup adalah waktu
semisal waktu mengantar kita diketinggian sana
Asal jangan lupa kembali pada tempatnya
Kini, kita hanya pernah saling mengenal
Kepada namamu telingaku telah kebal
Mungkin juga kamu
Kini, kita pura-pura lupa
Abai dan aus dalam pangkal sapa

kita saling menipu
Tanpa cinta kita masih mampu
Terkasih yang pernah menjadi kekasihku
Kenangan mungkin hanya debu
Bagi kita yang enggan menjenguk masa lalu
Terkasih yang pernah menjadi kekasihku
Adakah sulur-sulur kasihku masih menancap dalam namamu
Hanya sekedar ingin tahu
(atau aku sudah bosan kita saling melempar ‘siapa kamu?’)

Wednesday, December 5, 2012

NENEK MOYANGKU (DULU) SEORANG PELAUT

NENEK MOYANGKU (DULU) SEORANG PELAUT

Nenek moyangku seorang pelaut
Dari dadanya kudapat semangat lecut
Incar matanya awas tak kenal luput
Kepulangannya buat nasib ciut

Langit adalah kitab
Rasi bintang  ayat mencari tetap
Dirapalnya mantra-mantra
Agar dewa laut ikut serta

Nenek moyangku seorang pelaut
Namun kini hasil laut tak buat kenyang perut

Setiap jala disingkap
Hanya buih yang tertangkap
Kadang ikan teri sebagai pelengkap

Ruah ikan menjadi cerita lalu
Racun dan limbah pabrik bunuh mereka lebih dulu

Laut seperti menumpahkan dendam
Daratan pun tak kalah kejam
Harga minyak buat tunduk
Tengkulak tak segan injak tengkuk

Nenek moyangku dulu seorang pelaut
Sedang bendera dwiwarna diatas perahu semakin kusut
Anak cucunya bertekuk lutut
Dihadapan zaman yang semakin tak patut

Dibuangnya mantra dilubang sejarah
Bahwa nenek moyang sudah berganti arah

-setiap ada anak menyanyikan lagu nenek moyangku seorang pelaut
Aku hanya bisa tersenyum kecut-

TAS RANSEL SEORANG MUSAFIR


Wajahnya merunduk. Dibawah lintang panjer rina ia ngedumel seolah memaki-maki jalan yang dia susuri sedari tadi. Wajahnya gelap, kakinya menendang sampah-sampah kecil yang berserak di jalan lengang, sedang pikirannya tak pernah habis pikir dengan kejadian  yang baru saja dia alami.
-dasar manusia, dirumah tuhan saja masih berani mencuri. Pandir keparat. Dan kenapa tasku yang dicuri. Mereka tidak tahu apa didalamnya kekasihku kusemayamkan?-
Setelah berucap dia tertawa terbahak-bahak. Menggeleng-gelengkan kepala dan berlalu.

Ditempat lain, dua oirang tampak sumringah sambil mendengus-dengus disebuah kebun. Dibawanya sebuah tas masuk ke kebun itu. Mereka tampak tertawa sambil membuka tas. Tertawa mereka berhenti setelah salah satu dari mereka melongok isi tas. Diam, tercengang

-ada apa? Tidak ada isinya?-
Dia menggelengkam kepala
-lalu, apa isinya hingga kau bengong begitu hah?-
Dia tetap menggeleng dan menyodorkan tas ke temannya

Mereka berdua kini sama-sama diam. Memucat pasi dan tubuh mereka bergetar. Mereka tidak sadar tas itu hanya milik seorang musafir. Tidak ada yang bisa diharapkan. Tas itu hanya berisi kesepian yang lebih sepi dari tempat sunyi sekalipun. Tubuh mereka dingin. Kesepian dalam tas itu, merenggut nyala mereka. Mereka tidak pernah tahu, hanya kesepian yang menjadi milik seorang musafir. Dan kini kekasihnya telah mereka miliki. 

Monday, December 3, 2012

SEORANG ANAK GEMAR MENGGAMBAR

Seorang bocah gemar menggambar
Sedang suara perut  sudah lama terdengar

Dia suka menggambar roti
Agar lupa ia belum makan sedari tadi

Dengan tangan mungilnya ia bermain warna
Meski hidup tak membuatnya menyala

Gerak tangannya lincah menyambar bayang-bayang imaji
Sedang riuh perutnya semakin menjadi-jadi

Dan kini dia sudah bosan
Diliriknya ke meja, belum ada yang bisa dimakan

Dia membuka satu lembar lagi
Digambarnya periuk nasi
Dia telah kenyang bermimpi

Esok dia adalah pelukis hebat
Karena Dalam matanya, digambarkan zaman yang sudah gawat

Seorang bocah gemar menggambar
Sedang seorang pemimpin, gemar menghambur umbar
Di sebuah negeri penuh kelakar