Wednesday, December 12, 2012

TUKANG BECAK DAN ANAK LAKI-LAKINYA YANG SEDANG BELAJAR


Setelah seharian mencari nafkah, seorang tukang becak pulang kerumah. Didapati anaknya sedang tekun membaca entah. Diamati anak lelakinya, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Cari tahu saja nanti, mungkin ada baiknya bergegas mandi. Setelah selesai mandi, ditengoknya lagi anaknya, masih seperti tadi, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Tukang becak itu semakin tidak mengerti, kepada tingkah anaknya yang umurnya baru saja menyentuh kepala dua. Lalu bapak tukang becak itu menghampiri anaknya, dengan hati-hati beliau bertanya
“apa yang sedang kau lakukan nak.”
“aku hanya sedang belajar.”
“memang, apa yang sedang kau pelajari? Sesuatu yang buatmu kepayang?”
“Aku sedang belajar bagaimana menjadi laki-laki yang baik.”
Bapak tukang becak itu hanya tersenyum, menghela nafas, lalu bertanya sekali lagi
“Bukankah dari dulu kau sudah membacanya, namun kau tidak juga memahaminya?”
Anak itu semakin tidak mengerti.
“bagaimana kalau kau buang saja bukumu itu dan akan kuberi kau buku yang seharusnya kau baca”
Anak itu mengangguk, kepada bapaknya dia percaya sepenuhnya
“mana buku itu pak?”
“buku yang harusnya kau baca, ada dihadapanmu sekarang. Bapakmu sendiri. Mata bapakmu ini adalah jendela untuk memasuki buku itu. Tubuh bapakmu ini adalah ayat yang menjelaskan buku itu. Biar bapak perjelas, mungkin akan panjang, semoga kau tidak lebih dulu bosan.”
Anak laki-laki itu sekali lagi hanya mengangguk
“mungkin bapakmu hanya laki-laki dengan pekerjaan rendah, namun bapak tak pernah sekalipun lupa pulang kerumah. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak, namun itu jalan yang telah menjauhkan kita dari berlagak. Bapak takut akan congkak. Mungkin bapak hanya tukang pengantar, namun bapak tak pernah buat keluarga ini lapar, bagaimanapun caranya. Mungkin bapak bagian dari buruh kuli, tapi tak sekalipun bapak biarkan kosong periuk nasi. Mungkin bapak hanya laki-laki yang selalu didera lelah, namun bapak tak pernah ingin buat keluarga ini payah. Mungkin dunia akan mengatakan bebal karena bapak memilih becak sebagai pekerjaan. Sedang kesempatan untuk menjadi lebih begitu lebar. Bapak hanya takut, kita menjadi sesumbar, karena materi begitu mengumbar. Bapak hanya takut tuhan membenci kita. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak dengan kayuh yang sudah lambat, tapi bapak tetap kuat. mungkin bapak hanya tukang becak yang sering berkantong bolong, namun selama halal, komentar mereka tentang apa yang kita jalani hanya omong kosong. Mungkin pekerjaan bapak membuat percaya dirimu tercabik, namun sebaik-baiknya laki-laki adalah dia yang bisa memilah jalan yang baik. Mungkin bapak hanya buku lusuh dan usang, namun semoga, isinya tak membuatmu pantang. Laki-laki adalah dia yang berdiri dengan kakinya sendiri, menanggung apa yang telah ia pilih, berani hidup meski nasib sering membuatnya nyeri, dan selalu berharap ankanya bisa lebih baik dari dirinya sendiri.”
Bapak tukang becak itu kemudian berlalu menuju ruang tamu. Dan anak lelakinya menyobek secarik kertas. Dengan mata yang menyala ditulisnya sebuah kata dengan ukuruan besar
-mungkin bapakku hanya tukang becak, namun dialah laki-laki yang membuatku berdecak-

Ditempelkannya tulisan itu di dinding hatinya. 

No comments:

Post a Comment