Thursday, December 27, 2012

IBU

Dibalik kebiasaan ibu mengomel
Ada keluarbiasaan dari caranya menjadi ibu
Tetap asih saat anak kecilnya rewel
Tetap lembut meski anaknya hanya buat pilu

Dibalik kesederhanaan ibu merawat rumah
Ada ketidaksederhanaan yang buat betah
Disapihnya kebandelan
Dengan puting susu kesabaran

Ibu selalu ingin menjadi wanita serba biasa
Sedang ibu selalu menjadi wanita serba bisa

Tuhan aku tahu aku bukan orang baik
Tapi bolehkah aku meminta
Tolong segarkan surga yang ada ditelapak kaki ibu
Dengan  surgaMu

Thursday, December 20, 2012

INDONESIANYA INDONESIAKU



Pagi yang sempurna
Ibu penjual sayur yang membuatnya
Juga harum pasar dan cengkrama pagi buta
Inilah budaya indonesia
Pagi yang sempurna
Tanah menjulang menjadi pengebirinya
Juga harum ac dan transaksi aneh khas kota
Mesin bergerak
Mesin-mesin berbicara
Bahwa inilah kelayakan indonesia

Adakah tempat untuk kami,di tanah kami sendiri?

Friday, December 14, 2012

DOA PEMUDA RANTAU



Dengan whisky di tangan kanannya
Dibuat bumi berputar seenaknya
Kepalanya mulai kepayang
Tubuh melayang-layang

Lucu, geli, aneh, ekstase
Dalam kamar dialeanase
Seperti hiasan rumah terperangkap etalase

Kamar mulai semarak
Tertawanya menebar aroma tuak

Seketika, sebuah bayangan hitam menghampirinya
“siapa kamu!”
 Terbata membaca kata yang ingin diucapnya sendiri
“aku? aku kawanmu sekarang, namaku suram”
“tidak! Aku tidak punya kawan sepertimu!”
“bagaimana bisa, bukankah kamu sendiri yang menciptakanku?”
“Tidak!aku tidak pernah menginginkanmu, pergi! Aku sedang ingin sendiri!”
“aku disini untuk menjagamu!”
“tidak perlu!sudah ada orang tuaku yang menjagaku!”
“bukankah orang tuanmu jauh?mereka tau apa sekarang tentang kamu”
“tapi aku tidak ingin dijaga olehmu!”
“Pokoknya pergi!”
“Semakin kau marah, semakin melekatlah aku, kini aku adalah bayanganmu, tidak mungkin bayangan meninggalkan tuannya sendiri”
“akan kuadukan kau ke Tuhanku”
                “bukankah tuhanmu sudah kau bunuh dengan whisky ditanganmu itu”

Pecahlah tangis
Dan parau suara yang bergema ke seisi ruangan
“tuhan, masih bolehkah aku berserah, meski aku sedang payah
Masih bolehkah aku berdoa kepada Engkau, meski aku sedang berkeadaan kacau”

Wednesday, December 12, 2012

O,

Masih, meski kau koyak aku dengan benturan fraktal-fraktal kosong, kata-kata bertanda seru tiga
Masih, meski nyalang matamu semakin menyala belah belai kasih hingga sirah
Meski, masih kau geramkan dendam hingga berdecit dalam gua dimana ucap berhilir
Meski, masih kau simpan keengganan dalam riak keanggunan yang sempat buat terkilir
Selebihnya, mengapa masih kau sisihkan meski untuk merestui kita?

TUKANG BECAK DAN ANAK LAKI-LAKINYA YANG SEDANG BELAJAR


Setelah seharian mencari nafkah, seorang tukang becak pulang kerumah. Didapati anaknya sedang tekun membaca entah. Diamati anak lelakinya, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Cari tahu saja nanti, mungkin ada baiknya bergegas mandi. Setelah selesai mandi, ditengoknya lagi anaknya, masih seperti tadi, tampak mengernyit dahi, lalu memukul-mukulkan buku ke kepalanya sendiri. Tukang becak itu semakin tidak mengerti, kepada tingkah anaknya yang umurnya baru saja menyentuh kepala dua. Lalu bapak tukang becak itu menghampiri anaknya, dengan hati-hati beliau bertanya
“apa yang sedang kau lakukan nak.”
“aku hanya sedang belajar.”
“memang, apa yang sedang kau pelajari? Sesuatu yang buatmu kepayang?”
“Aku sedang belajar bagaimana menjadi laki-laki yang baik.”
Bapak tukang becak itu hanya tersenyum, menghela nafas, lalu bertanya sekali lagi
“Bukankah dari dulu kau sudah membacanya, namun kau tidak juga memahaminya?”
Anak itu semakin tidak mengerti.
“bagaimana kalau kau buang saja bukumu itu dan akan kuberi kau buku yang seharusnya kau baca”
Anak itu mengangguk, kepada bapaknya dia percaya sepenuhnya
“mana buku itu pak?”
“buku yang harusnya kau baca, ada dihadapanmu sekarang. Bapakmu sendiri. Mata bapakmu ini adalah jendela untuk memasuki buku itu. Tubuh bapakmu ini adalah ayat yang menjelaskan buku itu. Biar bapak perjelas, mungkin akan panjang, semoga kau tidak lebih dulu bosan.”
Anak laki-laki itu sekali lagi hanya mengangguk
“mungkin bapakmu hanya laki-laki dengan pekerjaan rendah, namun bapak tak pernah sekalipun lupa pulang kerumah. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak, namun itu jalan yang telah menjauhkan kita dari berlagak. Bapak takut akan congkak. Mungkin bapak hanya tukang pengantar, namun bapak tak pernah buat keluarga ini lapar, bagaimanapun caranya. Mungkin bapak bagian dari buruh kuli, tapi tak sekalipun bapak biarkan kosong periuk nasi. Mungkin bapak hanya laki-laki yang selalu didera lelah, namun bapak tak pernah ingin buat keluarga ini payah. Mungkin dunia akan mengatakan bebal karena bapak memilih becak sebagai pekerjaan. Sedang kesempatan untuk menjadi lebih begitu lebar. Bapak hanya takut, kita menjadi sesumbar, karena materi begitu mengumbar. Bapak hanya takut tuhan membenci kita. Mungkin bapak hanya seorang tukang becak dengan kayuh yang sudah lambat, tapi bapak tetap kuat. mungkin bapak hanya tukang becak yang sering berkantong bolong, namun selama halal, komentar mereka tentang apa yang kita jalani hanya omong kosong. Mungkin pekerjaan bapak membuat percaya dirimu tercabik, namun sebaik-baiknya laki-laki adalah dia yang bisa memilah jalan yang baik. Mungkin bapak hanya buku lusuh dan usang, namun semoga, isinya tak membuatmu pantang. Laki-laki adalah dia yang berdiri dengan kakinya sendiri, menanggung apa yang telah ia pilih, berani hidup meski nasib sering membuatnya nyeri, dan selalu berharap ankanya bisa lebih baik dari dirinya sendiri.”
Bapak tukang becak itu kemudian berlalu menuju ruang tamu. Dan anak lelakinya menyobek secarik kertas. Dengan mata yang menyala ditulisnya sebuah kata dengan ukuruan besar
-mungkin bapakku hanya tukang becak, namun dialah laki-laki yang membuatku berdecak-

Ditempelkannya tulisan itu di dinding hatinya. 

Tuesday, December 11, 2012

MATI SURINYA SEORANG PENYAIR

hari ini aku sedang malas menulis puisi
pagi lebih dulu mengheningkan cipta
tanpa pagina-pagina kata menuntun gemulirnya

syair jauh kebalik bukit
menggulung hutan-hutan menjadi klimaks mengentah
dalam batok kepalaku
sajak menggali tanah
mengubur kabar yang teramat lamat

selebih malam
habis menggugurkan malas menuju gigir
jenak sejenak sekedar hingga lupa menakar kadar
mungkin sudah habis kupangkas benih-benih yang menjadi pangkal
lebur sudah semai akal
atau tidak 
apapun
aku sedang malas menulis puisi

Monday, December 10, 2012

(mungkin) AGNOSTIK


Aku ingin mengikuti musa, karena hanya dia yang berbicara langsung dengan tuhan
Aku ingin mengikuti yesus, karena hanya dia yang menjadi anak tuhan
Aku ingin mengikuti Muhammad, karena hanya dia yang menjadi kekasih tuhan
Kini, aku dalam persimpangan, sedang aku begitu mencintaimu tuhan
Tuhan, bolehkah aku mencintaimu, namun tak satupun agama kuanut
Aku takut
Agama membuatku semakin tak patut
Aku ngeri
Agamaku membuat kesucianmu nyeri

PENJAGA MAKAM

Menjelang malam
Dinyalakannya suar oncor menerang
Malam ini tak boleh lagi kalah curang
Mata picing adalah alat rekam siap menerkam
Kepala endap pencuri makam, Jangan lagi menang
Bukan nyali buat gidik tengkuk merebah
Hanya sesap nasib harus berubah
Anaknya, thole
Esok harus bayar uang sekolah

Merunut gigir kuburan
Kiranya ada kematian tertinggal
untuk bunuh nasib yang sudah lama tertanggal

barangkali, jejak peziarah masih meninggalkan berkah
untuk kemudian dipulung dan dibawa pulang

burung gagak riuh rendah menyambar makam dalam kepalanya
ah, lagi-lagi maut
tak segan menghabisi oncor yang tinggal sesulut

sesampai rumah, dibisikinya thole yang sedang lelap
“maaf nak, esok akan ada yang mati, kebaikan tumbang sekali lagi”

Kehidupan kini, kuburan tempat semayam
Kebaikan massal dikebumikan

Friday, December 7, 2012

PETANI



Dalam sakral surau
Kami tak berani bergurau
Tekun menggeletari wirid hakikat
 jaga bumi agar tak hilang hayat
dalam petak-petak sawah
kami semai berkah
Pagi kami sebar benih
Sore kami bertasbih
tancap bibit jauh ke tanah
rucah pangan semakin ruah

memetik sayur mayur
petik juga buah syukur
jangan sampai hinggap hama kufur

pukul, pukul, pukul hingga kulit tebar menjadi beras
panggul, panggul, panggul semua hasil kerja keras

Siapa bilang di desa manusia terkukung
Disini kami saling menjujung
Adat kami rawat
Bumi kami ruwat

Siapa bilang desa mampat pembangunan
Justru disini kami bangun pondasi harapan
Bendeng-bendeng tegak menggertak
Pada lapar yang menyalak

Disini kami menabur
Benih hidup agar tak menghambur
Disini kami hidup sareh
Bakti alam agar menjadi orang shaleh
Dengan tanah kami nyalakan kenyang
Agar lapar tak menggayang

 Di tilas sempit tanah garap kami
Ada hektar sabar yang tak terdepa

Thursday, December 6, 2012

TERKASIH YANG PERNAH MENJADI KEKASIHKU

Dulu kita hanya punya nama
Lenguh angkuh kita yang rimba
Dulu kita hanya saling kenal
Gelagat liat tak kita hafal
Setelah itu, kita saling memilik nama
Namamu dibelakang namaku namaku melindungi namamu
Setelah itu kita saling mengenal
Kata-kata kasih begitu mudah kita lafal

Kita pernah mengerumuni pasar malam
Biar bianglala berputar asal kita saling menggegam
Dalam ketinggian malam janji bergumam
tetap saling mendekap meski rindu terlepas
Sekedar jarak tak buat kita terhempas

Sepulang dari pasar malam, kita tertipu
Bianglala hidup adalah waktu
semisal waktu mengantar kita diketinggian sana
Asal jangan lupa kembali pada tempatnya
Kini, kita hanya pernah saling mengenal
Kepada namamu telingaku telah kebal
Mungkin juga kamu
Kini, kita pura-pura lupa
Abai dan aus dalam pangkal sapa

kita saling menipu
Tanpa cinta kita masih mampu
Terkasih yang pernah menjadi kekasihku
Kenangan mungkin hanya debu
Bagi kita yang enggan menjenguk masa lalu
Terkasih yang pernah menjadi kekasihku
Adakah sulur-sulur kasihku masih menancap dalam namamu
Hanya sekedar ingin tahu
(atau aku sudah bosan kita saling melempar ‘siapa kamu?’)

Wednesday, December 5, 2012

NENEK MOYANGKU (DULU) SEORANG PELAUT

NENEK MOYANGKU (DULU) SEORANG PELAUT

Nenek moyangku seorang pelaut
Dari dadanya kudapat semangat lecut
Incar matanya awas tak kenal luput
Kepulangannya buat nasib ciut

Langit adalah kitab
Rasi bintang  ayat mencari tetap
Dirapalnya mantra-mantra
Agar dewa laut ikut serta

Nenek moyangku seorang pelaut
Namun kini hasil laut tak buat kenyang perut

Setiap jala disingkap
Hanya buih yang tertangkap
Kadang ikan teri sebagai pelengkap

Ruah ikan menjadi cerita lalu
Racun dan limbah pabrik bunuh mereka lebih dulu

Laut seperti menumpahkan dendam
Daratan pun tak kalah kejam
Harga minyak buat tunduk
Tengkulak tak segan injak tengkuk

Nenek moyangku dulu seorang pelaut
Sedang bendera dwiwarna diatas perahu semakin kusut
Anak cucunya bertekuk lutut
Dihadapan zaman yang semakin tak patut

Dibuangnya mantra dilubang sejarah
Bahwa nenek moyang sudah berganti arah

-setiap ada anak menyanyikan lagu nenek moyangku seorang pelaut
Aku hanya bisa tersenyum kecut-

TAS RANSEL SEORANG MUSAFIR


Wajahnya merunduk. Dibawah lintang panjer rina ia ngedumel seolah memaki-maki jalan yang dia susuri sedari tadi. Wajahnya gelap, kakinya menendang sampah-sampah kecil yang berserak di jalan lengang, sedang pikirannya tak pernah habis pikir dengan kejadian  yang baru saja dia alami.
-dasar manusia, dirumah tuhan saja masih berani mencuri. Pandir keparat. Dan kenapa tasku yang dicuri. Mereka tidak tahu apa didalamnya kekasihku kusemayamkan?-
Setelah berucap dia tertawa terbahak-bahak. Menggeleng-gelengkan kepala dan berlalu.

Ditempat lain, dua oirang tampak sumringah sambil mendengus-dengus disebuah kebun. Dibawanya sebuah tas masuk ke kebun itu. Mereka tampak tertawa sambil membuka tas. Tertawa mereka berhenti setelah salah satu dari mereka melongok isi tas. Diam, tercengang

-ada apa? Tidak ada isinya?-
Dia menggelengkam kepala
-lalu, apa isinya hingga kau bengong begitu hah?-
Dia tetap menggeleng dan menyodorkan tas ke temannya

Mereka berdua kini sama-sama diam. Memucat pasi dan tubuh mereka bergetar. Mereka tidak sadar tas itu hanya milik seorang musafir. Tidak ada yang bisa diharapkan. Tas itu hanya berisi kesepian yang lebih sepi dari tempat sunyi sekalipun. Tubuh mereka dingin. Kesepian dalam tas itu, merenggut nyala mereka. Mereka tidak pernah tahu, hanya kesepian yang menjadi milik seorang musafir. Dan kini kekasihnya telah mereka miliki. 

Monday, December 3, 2012

SEORANG ANAK GEMAR MENGGAMBAR

Seorang bocah gemar menggambar
Sedang suara perut  sudah lama terdengar

Dia suka menggambar roti
Agar lupa ia belum makan sedari tadi

Dengan tangan mungilnya ia bermain warna
Meski hidup tak membuatnya menyala

Gerak tangannya lincah menyambar bayang-bayang imaji
Sedang riuh perutnya semakin menjadi-jadi

Dan kini dia sudah bosan
Diliriknya ke meja, belum ada yang bisa dimakan

Dia membuka satu lembar lagi
Digambarnya periuk nasi
Dia telah kenyang bermimpi

Esok dia adalah pelukis hebat
Karena Dalam matanya, digambarkan zaman yang sudah gawat

Seorang bocah gemar menggambar
Sedang seorang pemimpin, gemar menghambur umbar
Di sebuah negeri penuh kelakar


Thursday, November 29, 2012

KITA SUDAH MATI, IBU

baru tadi pagi, berita tentang kita disiarkan hampir semua surat kabar ibu. Tidak  pernah aku dikenal oleh orang sebanyak ini. banyak orang membaca cerita kita dengan takdzim dihadapan sarapan mereka, sarapan yang hanya bisa kita bayangkan. Mungkin karena cara mati kita yang begitu hebat ibu. Aku yakin bukan karena alasan mengapa kita membunuh diri, aku yakin itu. Foto yang mereka pasang, bukan saat ibu menggendongku dalam keadaan busung lapar, tetapi saat aku dalam pelukanmu padahal kita sudah menjadi abu. Mungkin juga di negeri ini, sebuah kematian dengan cara-cara yang aneh menjadi lauk terbaik untuk sarapan mereka. Dan tangis kita hanya kicauan yang harus terus bergema agar kota besar tidak hilang kesaktiannya. Siapa yang kuat boleh tinggal semaunya, pun untuk menggusur yang dinilai tidak menghasilkan apa-apa untuk pembangunan kota. Kita ibu, kita salah satu dari yang tidak menghasilkan apa-apa itu.
Dalam beberapa jam kemudian, kita menjadi orang terkenal. Orang-orang mulai riuh membicarakan kita. Di televisi-televisi, mereka membentuk sebuah forum diskusi yang membahas mengapa masih ada orang seperti kita sedangkan negara mengaku perekonomian sedang meningkat. Mereka saling melemparkan pertanyaan, lalu dijawabnya dengan mengggebu-gebu, segala macam teori berhamburan di diskusi itu. Mereka  semua orang pintar ibu. Enak ya jadi orang yang pintar, hanya bicara saja dibayar, atau orang pintar memang hanya pandai bicara. Toh aku tidak pernah melihat mereka menyambangi gubuk kita dan melakukan apa yang dari tadi dibicarakannya. Pembual. Penipu, teori saja. Para pejabat pemerintah ikut ambil bagian, mereka berbondong-bondong menengok kuburan kita ibu, lucu sekali. Dan lihat, presiden kita juga berpidato tentang kematian kita. Dia tampak sedih ibu, kasihan ya. Mengapa semua orang begitu peduli setelah kita mati ibu. Kemana mereka selama ini. ketika kita hanya bisa menangis untuk mengganjal lapar kita, ketika ibu hanya bisa membeli seliter minyak tanah dan satu kotak korek api. Bukankah kematian menghentikan semuanya, bahkan untuk sebuah kepedulian. Mati ya mati, pulang ke pelukan tuhan, itu saja. Atau, memang sudah menjadi tradisi di negeri ini bahwa kematian seseorang lebih berarti dari hidup orang tersebut. Negeri aneh, berani mengaku merdeka sedangkan untuk peduli terhadap anak yang masih hidup saja tidak mampu. Tetapi seperti yang aku tahu, hal seperti ini tidak akan berlangsung lama. Hanya menjadi formalitas kenegaraan, rutinitas sepanjang tahun, santapan media yang hangat kemudian dibiarkan menghilang karena sudah basi. Sedang teman-temanku disana masih banyak yang mencoba menekuri garis hidupnya, sambil dihimpit rasa lapar yang selalu tamak. Ya, hanya sesaat kemudian hidup akan berjalan seperti biasanya. Perubahan, cita-cita reformasi katanya ibu. Perubahan kekuasaan iya, perubahan keadilan, aku tidak yakin.
Kita sudah mati ibu. Dan diatas sini aku bisa melihat jelas semuanya. Melihat kepura-puraan yang terus berlangsung. Dari sini, aku bisa tertawa ngakak. Manusia ternyata memang lucu kalo dilihat dari atas sini. Pantas saja malaikat selalu bahagia, terhibur melihat kekonyolan-kekonyolan yang terjadi. Kita sudah mati ibu, dan hanya cara itu yang bisa kita lakukan untuk menuntaskan hidup yang tak kunjung tuntas. 

Saturday, November 24, 2012

jejak laku buruh wanita

jaman boleh saja berubah
namun perjuangan tetap milik kaum marsinah
Wajah-wajah ayu tertutup masker
berharap peluh tertukar beras seliter

jaman boleh saja canggih
Namun buruh tetap saja kalah menagih
Setiap menagih upah
Tuan bilang kerja mereka payah
Setiap menagih janji
Dengan pemerintah mereka kalah taji

wanita Lelakon emansipasi
Hidup tak harus bergantung pada lelaki

Dikaki kuat buruh wanita
bagaimanapun surga dibawanya
Wajah ayu didera lembur
Tanda periuk tak boleh berjamur

asap pabrik harus menguar
Agar asap dapur tetap mengebul

Di kantuk lelah mata buruh
Tuhan menyala penuh

Dalam mata kantuknya, mata pencaharian mengutuknya

Saturday, September 15, 2012

TAMASYA KE MAKAM BUNDA



Gelar tikar
Buka bekal
Bunga tujuh rupa
Makan bersama
Lalu bunda tertawa
Karena aku punya cerita
Tentang dinda
Lipat tikar
Pulang ke kami punya dunia
Selamat tinggal bunda
Esok, aku bawakan lagi cerita
Juga bekal
Bunga tujuh rupa
Ditambah sepotong doa
Setelah aku bisa membaca kitab agama

BALADA DUA BAK SAMPAH

Dua bak sampah saling berpandang, lalu bersungut-sungut. Percakapan homofon dimulai, saling berkeluh kesah.
“aku butuh makan, tapi tidak sebanyak ini”
“kau masih enak, makananmu kelas atas,  empunyaku hanya penulis lepas, sedang kau untuk orang kaya. dia memberiku bungkus mie instan setiap hari”
“kau bilang enak? Mereka selalu memberiku makanan basi, dan setiap pagi, anak-anak kumal itu mengaduk-aduk isi perutku. Seharusnya mereka membuang, bukan mengambil dari kita”
‘kau masih ada orang yang menengok, setiap hari hanya ludah mereka yang menyambangiku”
“ah apa yang kita terima tetap sama-sama sampah, sampah”
“aku ingin pergi”
“Aku juga”
Lalu mereka saling berangkulan, melenggang pergi meninggalkan rumah masing-masing. Beranjak menuju bukit. 1 minggu kemudian, dilihatnya rumah mereka dari atas bukit ilalang, sampah ada dimana-mana. Sungai, parit, tepi jalan, gang-gang kumuh. Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh, dan teriakan orang-orang, “banjir datang, naik ke tempat yang lebih tinggi, banjir-banjir”
Dua bak sampah itu tertunduk layu, berangkulan dan kembali turun. Kembali pada kodrat masing-masing. Ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sedang menaiki bukit, tempat dimana benda dan orang-orang lupa tempatnya, tempat untuk menekuri garis hidupnya. 

Wednesday, September 12, 2012

SAJAK UNTUK PEREMPUAN KATRESNAN

tagihlah padaku sebuah puisi
ketika aku tembangkan doa-doa di bentangan sujud
tangan yang menggelatari manik-manik wujud
bukankah itu puisi?

inilah kata yang tak pernah mengenal tandas dan jeda
seperti tangis anak-anak palestina di sepanjang jalur gaza
seperti bunyi mesin kasir pada dunia ketiga
aeperti semerbak deodoran yang konon meminjam bau surga

ALAM TIDAK PERNAH MURUNG

Hari ini aku sedang sial, benar-benar sial. orang-orang bilang bangun pagi itu menyegarkan. aku bilang bangun pagi itu cara mempercepat kutukan. Pagi ini aku dimaki-maki oleh gerombolan burung, ketika aku menyulut satu batang rokok. 
"Dasar. Baru saja kita menikmati kebebasan, manusia sudah membatasinya, udara jadi pengap gara-gara ulahmu manusia tolol"
"sesama manusia saja mereka saling membatasi, apalagi dengan burung-burung semacam kita." sahut burung yang lain, gerombolan burung terbang menjauh. 
malamnya, ketika aku berjalan pulang, pohon-pohon disekitar saling berbisik satu sama lain 
"kata tuhan manusia sangat membutuhkan kita, tapi aku tidak melihat mereka merasa seperti itu"
"gengsi mungkin mereka, kan makhluk paling mulia" 
"mulia bagiamana, kelakuannya saja aneh, mereka

Monday, September 10, 2012

DONGENG: Pangeran Svitaf dan Putri Nenuma


Ada sebuah dongeng yang disadur dengan hati-hati, sehingga tokoh utamanya pun tidak pernah tahu, bahwa ceritanya sedang ditulis. Hanya aku dan kamu yang mengetahuinya. Bukan berarti ini rahasia, tapi bukan berarti pula dapat diumbar semaunya. Jadi bijak-bijaklah menyimpannya.
Konon, dulu kala, ada sebuah negeri yang sangat aman dan makmur. Rajanya arif dan bijak ,sebuah negeri yang besar. Namun ada satu keanehan yang terjadi

Tuesday, July 24, 2012

CERPEN: GELAP YANG (TAK PERNAH) USAI


Kini aku hampir tidak punya apa-apa lagi. Bahkan semacam rasa trenyuh yang ingin aku selipkan untuk sekedar menjadi tanggul air mataku. Tidak ada lagi semangat yang menguar ketika pagi, tidak ada lagi kalimat-kalimat istirah saat siang, tidak ada lagi doa-doa yang kudus saat malam. Aku benar-benar habis. Benteng yang aku dirikan dengan hati-hati, runtuh hanya dengan satu kilatan peristiwa. Dan kamu tahu, banyak lipatan kenangan yang tersimpan rapi dalam ingatanku, tentu kamu ada didalamnya. Aku benar-benar takut, aku lebih memilih untuk menghabiskannya daripada menyimpan itu semua. Kalau pun ada yang menginginkannya, ambilah, aku tidak begitu peduli. Aku hanya ingin menghabiskannya, menghabiskannya.
Gelap ini dimulai dua puluh tahun lalu, ketika aku bersandar di bahu jalan

Sunday, July 22, 2012

KATA TEMAN UNTUK TEMAN

Teman Itu. . .

Orang yang ada disampingmu ketika kita syahdu.
Orang yang membawa tawa dan ceria ketika kita susah
Orang yang membantu kita saat sulit melanda
Orang yang bertanya saat kita sulit mengerjakan soal ujian
Orang yang melemparkan kertas contekan pada saat ujian juga
Orang yang dengan senang hati mendengar keluh kesahmu
Orang yang dengan senang hati membiarkanmu tidur di kasurnya
Orang yang dengan tenangnya menyemprotkan obat nyamuk ke baju kita
Orang yang dengan tenangnya memanggil kita dengan nama orang tua
Orang yang dengan santainya membasuh muka kita dengan bedak dan mengoles balsem ketika main kartu
Orang yang siap sedia menjodohkan kita dengan calon pacar
Orang yang menjadi pegangan ketika kita akan jatuh


Teman Itu. . .

Dia yang tidak mudah ditipu dengan akal bulusmu
Dia yang selalu membelamu saat kau berhadapan dengan polisi matre
Mereka yang mengepalkan tangannya untuk sebuah masalah
Mereka yang dengan keras kepalanya membantah omonganmu
Dia yang setelah berkelahi denganmu kemudian tertawa bersama setelahnya

Monday, June 25, 2012

6 ORANG PALING MISTERIUS DI INDONESIA



Supriyadi

Supriyadi

Supriyadi adalah pahlawan nasional Indonesia, pemimpin pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai menteri keamanan rakyat pada kabinet pertama Indonesia, namun tidak pernah muncul untuk menempati jabatan tersebut.

Pada waktu itu, Supriyadi memimpin sebuah pasukan tentara bentukan Jepang yang beranggotakan orang orang Indonesia. Karena kesewenangan dan diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara PETA dan rakyat Indonesia, Supriyadi gundah. Ia lantas memberontak bersama sejumlah rekannya sesama tentara PETA. Namun pemberontakannya tidak sukses. Pasukan pimpinan Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan Jepang lainnya, yang disebut Heiho.

Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi tewas. Tetapi, hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh karena itu, meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah, keberadaan Supriyadi tetap misterius hingga kini. Sejarah yang ditulis pada buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Supriyadi hilang.

Namun yang membikin sosok Supriyadi semakin misterius adalah banyaknya kemunculan orang-orang yang mengaku sebagai Supriyadi. Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara pembahasan buku ‘Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno’, yang diadakan di Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran Semarang. Dalam acara itu, seorang pria sepuh bernama Andaryoko Wisnu Prabu membuka jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai Supriyadi, dan kini berusia 88 tahun.

Namun sampai sekarang pengakuan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya, meski secara perawakan dan sejumlah saksi membenarkan klaim tersebut.

Tan Malaka

Tan Malaka

Salah satu sosok pahlawan nasional kita yang terlupakan.

Tuesday, June 12, 2012

MEMBACA PERBEDAAN: NU DAN MUHAMMADIYAH?

salam bahagia, untuk kamu yang belum bisa mengistirahatkan dan menyamankan badanmu diatas pembaringan yang nyenyak, paling tidak dalam 24x1 jam terakhir ini, itu berarti saya masih punya kawan yang sama dengan saya, merasakan bagaimana rasanya mata yang memberat karena melekatlah pendulum jam klasik, membandul statis, muka yang panas, pikiran yang ranggas, dan tentu saja waktu yang terus saja menuntutmu untuk berbagi hak, walau hanya sekedar mengistirahatkannya. Mungkin memang tidak sesuai dengan yang kamu rasakan, tetapi bolehlah saya merasakan itu, walau berbeda dengan kamu. Boleh ya? terima kasih. Saya belum bisa tidur, sama seperti kamu, dan sama seperti kamu juga, memikirkan sesuatu entah, ada nalar yang menjalar, tentang perundingan-perundingan yang sebenarnya tidak sah juga untuk saya simpulkan. Tapi tak apalah, mungkin kamu bisa membantuku nanti jika kamu mulai tidak sepakat. Ini adalah sebuah perasan dialog ringan yang terjadi tadi siang. 
seorang teman, bertanya kepada saya, di dalam Islam, Islam di Indonesia, ada dua buah organisasi yang mengakar di masyarakat, Nahdahtul Ulama dan Muhammadiyah, dan yang dia tanyakan, apa yang menjadi pembeda antara dua golongan tersebut, sehingga banyak orang Islam di Indonesia harus berteriak lantang dan saling menyalahkan?

Sunday, May 20, 2012

ANAK KECIL YANG MEMBUNGKAM DUNIA SELAMA 6 MENIT

kita mulai dengan salam. Salam senang yang tak kenal waktu. kamu tahu, pasti tidak. Oke saya beritahu, saya sedang berpikir keras apa yang akan saya tautkan pagi ini. Oh banyak sekali. Tapi mungkin nanti saja, saya sedang malas. kamu pun pasti tahu alasannya, yap, tidak ada kopi. dan jika ada yang bertanya, apa pentingnya kopi dihadapanku, ah kopi itu tidak berarti apa-apa, itu seperti mitos yang boleh kamu percayai dan tidak. Itu seperti sunnah yang lebih baik dikerjakan dan tidak pun juga tidak apa-apa, itu menurutku, kalau menurut kalian bagaimana kopi bagimu, bolehlah kalian membaginya kepadaku nanti. sekarang saya ingin menyadur dari web lain, jika berkenan, bolehlah kalian menyimaknya. Jika tidak, oh tentu kalian tidak membuka tulisan ini. Siapkan tikar dan perbekalan secukupnya, cerita ini agak panjang. siapkan tissu juga, untuk wanita, itu mungkin akan berguna jika kamu nanti menangis, dan untuk pria, ah kalian tahu kegunaan tissu itu, para pria single mungkin tahu maksud saya. Oh, maaf, saya terlalu banyak cakap, terima kasih sudah bertandang. selamat membaca!!

Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yangg bernama Severn Suzuki, seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental Children’s Organization ( ECO ).

ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak” lain mengenai masalah lingkungan.
Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB, dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah pidato kuat yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa pemimpin dunia terkemuka.

Saturday, May 19, 2012

CERITA INI TIDAK SESEDERHANA TOKOHNYA

saya benar-benar bingung. Bagaimana seorang manusia bisa bertahan, ah bergerak lebih tepatnya. Kejadian yang saya akan ceritakan ini mungkin sudah terjadi banyak tahun silam. tapi baru sekarang sempat saya tautkan. ah kamu pun tahu alasannya, ya karena sekarang bersamaku sudah ada kopi dan rokok. Oh kemarin-kemarin saya juga bersama mereka, kopi dan rokok. Tetapi tak senikmat malam ini. karena, ini kopi dari toraja, oh sudah lama aku mengidam-idamkannya. Kalau soal rokoknya, kamu mungkin tidak akan pernah tahu selama kalian masih memperdebatkannya. ya, itu untuk agama juga, kalian tidak akan pernah tahu nikmatnya beragama, jika kita masih memperdebatkannya. Aku kira begitu. maaf tersesat sejenak. saya akan melanjutkan niatan saya untuk mengisahkan sebuah cerita, jika kamu berkenan. Terima kasih. Toh walaupun ada yang tidak berkenan, itu tidak sedikitpun menggangguku.

dulu sekali, ketika saya akan berangkat ke surabaya

Thursday, May 17, 2012

sebuah negeri asing

saya tidak akan menuliskan cerita pendek atau prosa yang kokoh dengan kata-katanya. ini adalah saduran dari kenyataan hidup. bahwa di sini, jalan raya adalah tempat bermaktub yang nyaris medekatkanmu ke dalam kenyerian. di sini, di negeri ini, banyak sekali instrumen-instrumen yang akan kembali menegaskan kepada kamu bahwa, hukum tidak akan tegak ketika dihadapkan pada uang dan kekuasaan. hukum akan ciut nyali ketika ditandaskan dengan surat-surat keputusan yang tak jelas arahnya.
televisi mengantarkan kabar yang mengabur, hanya duka dan masalah bertubi yang akan menghiasi headline. televisi, entah sampai kapan akan terus melemparkan berita-berita yang tidak ingin kita tahu dan dengar,

CATATAN PELACUR DI TEMBOK RUMAH SEORANG PEMUDA



 

Bapak nelayan
Ibu mengasap ikan
Aku mengangkang
Jangan salahkan aku, jika kamu tak menemukannya
Di diriku
Maafkan aku,
karena
Cinta disini hanya sebagai penyeka keringat dan mani



Wednesday, May 16, 2012

madzhab motivator

yap!saya absen lama. entah absen dari apa dan absen untuk apa. mungkin saya sedang mencari apa yang akan saya tautkan di dalam sini. oh tapi sampai pada saat saya menuliskannya pun,saya tidak tahu akan menulis apa. tulisan berantakan, biar. ketidakjelasan juga jangan kita pusingkan. satu-satunya kejelasan pada saat ini saya sedang menikmati dayang saya, oh ini kopi teman, bukan seperti yang kau pikirkan, maaf. disamping saya juga ada teman yang terus berdzikir dengan kata-kata ajaibnya, asu, celeng, jancuk. ah kamu tahu kata ini benar-benar mengagumkan. kamu bisa dapati kata-kata ini dimana saja. kecuali kamu yang hidup di sebuah dunia yang asing. dan juga saya yang masih mengulur-ulur waktu lewat basa basi diatas karena sampai titik ini pun saya masih tidak tahu akan menulis apa.
saya ingin membahas blackswan, tapi itu sudah saya bahas di buletin saya. tentang politik? saya golput, jadi saya tidak bisa bersuara.

Saturday, May 5, 2012

ABSURDUS IN MARQUER: AMALIA



Di beranda rumahmu
Kuselipkan jenaka tentang taman pada malam
sajak gelisah tuhan
juga mesra di pagi buta
Tolong simpan
Untuk prosesi sucimu di tepi hujan
Dan keramaian. .
Kirim balik jangan. .
Aku sedang sibuk melacur
Dengan mimpi yang basah
Di hutan perawan

Tuesday, May 1, 2012

Mahabarata menggugat; Gugur Purwa



Angin subuh itu merubuh, mengantarkan suara gemericik air dari keran belakang rumah yang kau buka dengan hati-hati. Sebuah lonceng yang mengabarkan bahwa kau baik-baik saja, kau pulang dengan keadaan baik-baik saja. Sebentar lagi, kau akan menggelar sajadah lusuhmu, lalu kau ikrarkan sujudmu sebagai sumpah bahwa kau adalah hamba yang tidak pernah berputus asa, wejangan yang selalu kau ulang setiap pagi saat kau menggoyangkan tubuhku, menyibak selimut dan berbisik dengan lembut –manusia yang hebat adalah manusia yang tidak kenal putus asa, dan ibadah adalah bukti kepadaNya- Apa yang harus aku buktikan ibu, jika semacam rasa putus asa sekalipun sudah tidak mampu aku tandaskan. Apa yang harus aku buktikan, jika kemudian tatapanku pilu ketika melihatmu duduk tersudut di atas sajadahmu, menangis dengan raut yang berbeda dengan senyummu saat kau membangunkanku meski dengan mata sayu itu? Bukankah Tuhan maha mendengar Ibu? Lalu apa yang sedang dia lakukan? Ah, tentu saja kau akan menyela dengan segera atas pertanyaanku ini. Tentu kau akan mengatakan Tuhan punya rencana hebat untuk kita disini, dan masih dengan senyummu itu. Senyum yang selalu aku lihat di ambang kaca besarmu, senyum yang kau tautkan di meja rias yang menjadi altar gelanggangmu, lalu kau mulai merias wajahmu mala mini, merapikan sanggulmu, memilih kebaya yang kau tata rapi di lemari, di pojok kamar ini. Kau berdiri mencium keningku, lalu pergi. Rombongan waranggana telah menunggu diluar rumah. Tentu aku tidak boleh ikut, karena esok aku harus berangkat ke sekolah. Tetapi jika hari esok libur, pasti kau mengajakku.
Kau tahu ibu, kini segalanya itu terasa getir bagiku. Akhir-akhir ini, prosesi-prosesi itu semakin jarang kau lakukan. Satu bulan terakhir, hanya dua kali, itupun satu panggilan dari kampung sebelah. Entah aku harus riang karena kau bisa berada dirumah sepanjang malam, mendongengkan kisah-kisah leluhur yang telah usang, menembangkan asmarandana dengan sangat sempurna, kidung kesukaanku, sembari mengusap-usap punggungku menjelang tidur. Atau haruskah aku berduka karena itu berarti kita akan semakin kurang gizi, atau malah mungkin esok kita harus berpuasa, lagi.

candu Tuhan

mata yang mencuri pagi
dari malam benderang
hingga kereta kencana berjingkrak nyaring
kuda yang melengking
juga hantu sundak yang lelah menunggui malam berjalan
pelan, pelan, pelan
diam, diam, diam
hening...
oh sungai gajahwong
hantarkan aku hingga perbatasanmu jauh sana
agar aku dapat memejam saat
tenggelam dalam cinta
oh sungai gajahwong
sungguh jelmakan aku menjadi burung yang menggodamu dengan lentik
burung yang bernafas bebas di anjungan dan dengau sepi
hanya udara urban yang berani menjejalinya
dan ikatlah aku dimana tempat bumi dan langit bercumbu
agar aku bermaktub sempurna
akulah yang tak bertuan dan tak berhamba
hanya Tuhan yang menjadi tuan
dengan kitab-kitab usang, cerita yang lengang, dan anggur-anggur doa
aku mabuk Tuhan
aku mabuk Kamu Tuhan
aku, terserah padaMu
ah pantaskah aku menyebut namaMu?